Cara penyusunan APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara) pada suatu tahun secara sederhana bisa
dibaratkan dengan anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang
memiliki dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Dalam menyusun anggaran, penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dihadapkan dengan
berbagai ketidak pastian. Setidaknya terdapat enam sumber ketidakpastian yang
berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni (i) harga minyak bumi di
pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah yang ditentukan OPEC;
(iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga; dan (vi) nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan angka-angka keenam unsur
diatas memegang peranan yang sangat penting dalam penyusunan APBN. Hasil
penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar penyusunan RAPBN.
Penetapan angka asumsi ini dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari
wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator Perekonomian, dan
Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk membahas dan
menentukan angka asumsi. Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh tim ini
selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu diketahui bahwa
angka-angka yang tertera ini masih berupa usulan dari pihak eksekutif
(pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya RAPBN ini disampaikan
oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna yang merupakan awal dari
proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR. Tentunya perubahan terhadap angka
asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama berlangsungnya proses pembahasan
antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini mencerminkan banyak hal diantaranya
(i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab terhadap keputusan penetapan
angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi ditetapkan berdasarkan
pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi pergeseran secara riil
status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik publik”.
Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR,
RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN melalui Undang-undang. Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-undang APBN, Pemerintah
Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.
Agar pelaksanaa APBN sesuai dengan
rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden tentang pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden tersebut terutama
menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti
alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian
negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk
tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan
dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota
dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Source :
http://www.psychologymania.com/2012/12/cara-penyusunan-apbn.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar