Selasa, 13 Oktober 2015

Etika Governance

Pengertian Etika Governance
Istilah Etika berasal dari Yunani Kuno “ethikos“ yang berarti “timbul dari kebiasaan“. Etika adalah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Muchtar Affandi, Pemerintah merupakan suatu organisasi teknis yang dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu yang diperlukan untuk pengaturan dan pelaksanaan fungsi-fungsi pemeliharaan tatanan yang teratur.

Jadi etika pemerintahan adalah kesepakatan bersama tentang nilai-nilai moral dalam penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi: Good governance, pemerintahan yang bersih (clean government), transparansi, pelayanan yang baik,  efesiensi,  small government,  proporsional. Etika pemerintahan ini juga dikenal dengan sebutan Good Corporate Governance. Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Sistem Pemerintah (Governance System)
Menurut Moh. Mahfud MD, adalah pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan antara tiga cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Komponen unsur- unsur yang tidak dapat terpisahkan, dari governance system yaitu :
1.  Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

2.  Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat  sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.

3.   Governance Mechanism 
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.

4.  Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
.
Budaya Etika
Good governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu :
1.  Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.  Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
Dengan begitu Good Governance merupakan tuntutan yang terus menerus di ajukan oleh public dalam perjalanan roda pemerintahan. Good governance dapat diartikan bahwa good governance harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai – nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme system politik dan administrasi Negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good governance  tersebut maka diperlukan etika pemerintahan.                      
Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
1.  Logika, mengenai tentang benar dan salah.
2.  Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
3.  Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
                               
            Governance dalam konteks Good Corporate Governance (GCG) disebut sebagai tata pamong. Sedangkan Corporate Governance (CG) atau pengelolaan perusahaan, menurut Sutan Remi Sjahdeini adalah suatu konsep yang menyangkut truktur pereroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan, pembagian beban tanggung jawab masing – masing unsure dari struktur perseroan. Jadi, Good Corporate Governance secara definitive merupakan system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah untuk semua takeholder.
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance :
1.    Transparency (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.  Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
2.    Accountability (akuntabilitas)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan.  Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisarisdan dewan direksi.
Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.
3.    Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.  Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
4.    Indepandency (kemandirian)
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
5.    Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain.

Adapun tujuan dari GCG diperlukan dalam rangka:
  1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran.
  2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham. 
  3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan perundang-undangan.
  4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
  5. Mengoptimalkan niali perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperjatikan pemangku kepentingan lainnya. 
  6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. 

Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
1.  Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
 a.    Komitmen internal
·         Perusahaan terhadap karyawan
·         Karyawan terhadap perusahaan
·         Karyawan terhadap karyawan lain
b.    Komitmen eksternal
·         Perusahaan terhadap pelanggan
·         Perusahaan terhadap pemegang saham
·         Perusahaan terhadap masyarakat
2. Menetapkan program etika
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3. Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan menjadi suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Kode Perilaku Koorporasi
Pengertian Code of Conduct (Pedoman Perilaku)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.

Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.

Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.

Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Koorporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.

Pengaruh etika terhadap budaya:
1. Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja.

Kasus
Permasalahan terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah di audit, tetapi diantara ketiganya terdapat perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang di audit dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Koasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan auditor independen No. REC-0031/02 yang disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Tanggal 6 Januari 2003. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya ternyata belum di audit.
Di dalam kedua laporan keuangan yang belum di audit tersebut ternyata ada pernyataan dari pihak Manajemen Lippo Tbk. Bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah di audit oleh KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (yang diiklankan di surat kabar) dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini akuntan publik (yang disampaikan kepada BEJ).
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk telah melakukan kelalaian, yaitu berupa pencantuman kata audited didalam laporan keuangan yang sebenarnya belum di audit. Tindakan tersebut merupakan sebuah bentuk ketidakhati – hatian yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Dalam hal ini kessalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban karena telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntanilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk, khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak di audit.
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanime check and balances yang ideal juga belum dapat terwujud. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk, menunjukkan bahwa perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk baik yang melibatkan direksi maupun komisaris secara bersama – sama tergolong perbuatan yang telah memanipulasi Pasar Modal.

Kesimpulan
  1. Prinsip – prinsip GCG yang dilanggar oleh PT Bank Lippo Tbk yaitu Prinsip Transparasi yang di tunjukkan dengan perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk yang telah lalai karena mencatumkan kata audited di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum di audit dan melanggar prinsip Akuntabilitas yang dilihat dari kesalahan dewan direksi yang telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk dan tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak di audit.

   2. Sanki hukum atas pelanggaran prinsip GCG di Pasar Modal yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo adalah berupa sanksi administrative saja yaitu kewajiban dari direksi PT Bank Lippo untuk menyetor uang ke kas Negara sejumlah Rp 2.500.000.000 dan terhadap Akuntan Publik untuk menyetor uang ke kas Negara sebear Rp 3.500.000. Terhadap penerapan sanksi pidana belum dilaksanakan pada kasus PT. Bank Lippo ini.

Referensi
Budiartini, Dewa Ayu, dkk.Pelanggaran Prinsip – Prinsip Good Corporate Governancedi Pasar Modal.Jurnal Universitas Udayana

Pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia