Kamis, 25 Desember 2014

Generasi 90an

Bernostalgia ke zaman waktu  kecil merupakan salah satu hal yang menarik bagi saya. Saya merasa beruntung karena lahir di tahun 90an, dimana orang – orang belum mengenal gadget dan tayangan televisi yang masih berpihak kepada anak - anak. Zaman dulu handphone adalah barang sangat mewah dan tidak banyak orang yang memilikinya, namun sekarang saya rasa hampir semua orang punya handphone.

Saya ingat waktu kecil, setiap hari minggu saya selalu bangun pagi dan langsung duduk di depan televisi untuk menonton film kartun, dari Doraemon, Crayon Sinchan, Sailormoon, Hamtaro, Dragon Ball, Chibi Marukochan, Digimon, Tsubasa, Detective Conan dan masih banyak lagi. Selain film kartun, dulu saya juga suka menonton telenovela Amigos dan Carita de Angel.

                                                        

Bukan hanya itu, mainan tahun 90an pun sudah jarang ditemui, seperti tamagotchi, tazos, yoyo, gundu, tamiya, dll. Selain itu ada juga perminan tradisional, seperti petak umpet, ular naga, congklak, bola bekel, lompat tali dan benteng. Jujur saja  saya ingin balik kemasa itu. Sepulang sekolah, tidur siang, lalu sorenya bermain keluar rumah bersama teman – teman.

Zaman sekarang teknologi sudah semakin canggih, termasuk permainannya yang lebih individual, seperti PS dan game online. Sehingga tidak heran bahwa anak – anak zaman sekarang sudah jarang bermain permainan tradisional. Sekarang tayangan televisi pun kebanyakan sinetron dan acara gosip, film kartun sudah jarang ada, tidak seperti dulu, padahal bukan anak – anak saja yang senang menonton film kartun, orang dewasa pun juga banyak yang senang menonton fim kartun.


Saya rindu pada masa kanak – kanak saya, bagaimana dengan kalian?


Senin, 30 Juni 2014

Pihak - Pihak yang Diawasi KPPU dan Kasusnya


Tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal dan mengetahui kelembagaan negara seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU termasuk lembaga adhoc sebagaimana halnya lembaga-lembaga negara lain seperti KPK, KPU, dan lain sebagainya. KPPU mengungkap berbagai pelanggaran-pelanggaran persaingan usaha yang di atur dalam UU No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelanggaran-pelanggaran yang melibatkan nama korporasi terkenal yang beroperasi di negeri ini. Beberapa di antaranya telah mendapatkan sanksi maupun pinalti.



Apakah Yang Disebut Persaingan Usaha?
Persaingan usaha dianalogkan sebagai suatu kondisi dalam suatu industri yang didalamnya terdapat lebih dari satu pelaku industri (produsen) yang selanjutnya melakukan suatu cara untuk mendapatkan pangsa pasar tertentu dalam industri tersebut. Mengenai bentuk persaingan yang diawasi oleh KPPU di atur dalam keseluruhan butir di dalam Pasal 1, UU No 5 Tahun 1999 (berkas undang-undang bisa diunduh di bagian bawah). Beberapa bentuk persaingan dan perilaku bisnis yang dilarang seperti
1. Monopoli (Pasal 17)
2. Monopsoni (Pasal 18)
3. Oligopoli (Pasal 4, UU No 5 Tahun 1999)
4. Kartel (Pasal 11, UU No 5 Tahun 1999)
5. Trust (Pasal 12)
6. Oligopsoni (Pasal 13)
7. Integrasi vertikal (Pasal 14)
8. Perjanjian tertutup (Pasal 15)

Tujuan pengawasan ini untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang wajar (fair competition). Persekongkolan antar produsen yang bertujuan untuk mempengaruhi pasar sangat dilarang (Pasal 22, UU No 5 Tahun 1999). Posisi dominan dalam pangsa pasar pun di atur pula agar tidak merugikan konsumen atau melemahkan posisi tawar konsumen (Pasal 25, UU No 5 Tahun 1999).

Persaingan usaha merupakan suatu kondisi di dalam suatu pasar persaingan yang berisikan upaya atau tindakan untuk mencapai sasaran pangsa pasar (market share) yang diinginkan oleh pihak produsen. Upaya yang dilakukan bisa bermacam-macam yang keseluruhannya disebut sebagai strategi bersaing. Tindakan persaingan atau strategi bersaing dapat berupa strategi pemasaran, strategi koalisi antar produsen, merger, dan akuisisi. Menurut UU No 5 Tahun 1999, pasal 1, ayat 6 disebutkan, “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”. Pemahaman lebih lanjut mengenai definisi ataupun pengertian dalam persaingan usaha dapat dibaca pada Bab I, Pasal 1, UU No 5 Tahun 1999.

Kasus

KPPU seperti kembali ke permukaan dengan gugatan yang dilayangkan kepada raksasa bisnis belakangan ini. Kali ini raksasa yang dihadapi KPPU adalah perusahaan ritel 5 besar dunia Carrefour. Mencuatnya kasus Carrefour ini tepat di saat memasuki 10 tahun keberadaan UU No. 5/1999 tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Telah sepuluh tahun KPPU dan UU antimonopoli di Indonesia dan banyak kasus yang telah ditangani oleh KPPU beberapa diantaranya adalah kasus besar dimana KPPU berhadapan langsung dengan raksasa bisnis global yang beroperasi di Indonesia. Namun dalam kurun waktu 10 tahun itu pula citra KPPU sempat tercoreng ketika seorang komisionernya tertangkap tangan menerima suap dari salah satu perusahaan yang terlibat perkara. Kini kasus Carrefour muncul tepat di saat 10 tahun keberadaan UU antimonopoli dan sekaligus akan membuktikan keberadaan KPPU dalam menegakkan persaingan sehat di Indonesia.

Pada pertengahan 2008 lalu citra KPPU sempat tercoreng akibat kasus dugaan suap yang menimpa salah satu mantan komisioner M. Iqbal. Iqbal yang pada saat itu menjabat sebagai ketua KPPU menangani perkara hak siar Liga Inggris oleh Astro All Asia Network Plc. Salah satu amar dalam putusan tersebut adalah memerintahkan perusahaan afiliasi Astro (All Asia Multimedia Networks -AAMN) untuk tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct Vision –anak perusahaan PT Ayunda Prima Mitra. Ayunda sendiri merupakan anak usaha dari First Media yang dimiliki oleh Grup Lippo. Belakangan diketahui bahwa M Iqbal menerima suap sebesar Rp 500 juta dari Presiden Direktur First Media Billy Sundor.Hal itu akhirnya menorehkan malu di muka lembaga tersebut di tengah upaya penegakkan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.

Pada awal 2008 KPPU juga sempat berhadapan dengan salah satu raksasa Telekomunikasi Asia, Temasek. Hal itu bermula ketika pada Desember 2007 KPPU memutuskan Temasek Holding melanggar UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha karena terbukti memiliki kepemilikan silang (cross ownership) dengan operator lain di Indonesia. Kasus itupun berlanjut dengan gugatan balik oleh Temasek.
Kasus yang dimunculkan oleh KPPU kali ini adalah mengenai dugaan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan dan proses akuisisi terhadap Alfa. Dalam perkara tersebut Carrefour melanggar dua pasal dalam UU No. 5/1999 yakni pasal 17 tentang monopoli dan pasal 25 tentang posisi dominan.

Terkait dengan kepemilikan saham pada PT Alfa Retailindo Tbk, Carrefour berpotensi untuk melanggar Pasal 28 UU No. 5/1999 yang mengatur mengenai proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Diawali pada sekitar pertengahan 2008 lalu Carrefour membeli 75 % saham Alfa sementara 20 %-nya masih dikuasai oleh PT Sigmantara Alfindo dan 5 % sisanya oleh publik. Disinyalir bahwa PT PT Sigmantara Alfindo yang merupakan pemegang saham terbesar kedua Alfa akan melepas sahamnya pada tahun 2011 kepada Carrefour. Hal inilah yang akan berpotensi melanggar pasal 28 tersebut.

Dugaan lainnya yang dilayangkan KPPU kepada Carrefour adalah mengenai tindakan monopoli dalam memungut harga sewa ruang yang berlebihan serta biaya trading term(syarat perdagangan) yang memberatkan. Hal tersebut juga terkait dengan tuding bahwa Carrefour memiliki posisi yang dominan dengan pangsa pasar melebihi 66 persen. Dalam mendefinisikan pangsa pasar tersebut Carrefour berbeda pendapat dan bersikukuh (berdasarkan riset Nielsen)hanya memiliki pangsa pasar retail modern sebesar 17 persen dan pangsa pasar grosir sebesar 6.3 persen. Posisi dominan terebut memungkinkan Carefour untuk memonopoli penetapan harga sewa ruang, penentuan besaran potongan harga tetap (fixed rebate), potongan harga khusus (conditional rebate), dan biaya pendaftaran barang (listing fee). Praktek Carrefour ini merugikan pemasok, seperti dinyatakan oleh Asosiasi Pemasok Pasar Modern (AP3MI).

Disini terjadi perbedaan penafsiran mengenai pasar yang dimaksud dan metode yang digunakan dalam menetapkan pangsa pasar tersebut. KPPU menggunakan dua acuan yakni pasar hulu (upstream) atau pasar pemasok dan pasar hilir (downstream) atau pasar konsumen. Yang dipersoalkan KPPU adalah pasar pemasok. Berdasarkan metode tersebut diketahui bahwa konsentrasi pasar pemasok KPPU melonjak setelah menguasai Alfa, dari 44,74 persen menjadi 66,73 persen.

Kasus ini masih berjalan dan kita akan menunggu kemampuan KPPU untuk menegaskan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha ditengah kepungan kapitalis yang mengusai perekonomian. Saya pikir mencuatnya kasus ini sanagatlah tepat di saat perjalanan KPPU mencapai usia 1o tahun. Di usia tersebut kita semua berharap bahwa KPPU akan semakin dewasa dan memapu menunjukkan keberadaannya dalam menegakkan persaingan sehat dalam dunia usaha di Indonesia.


Referensi
www.kppu.go.id
http://leo4kusuma.blogspot.com/
http://sintadiary.blogspot.com/



Selasa, 03 Juni 2014

Undang Undang Perlindungan Konsumen

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam undang undang ini yang dimaksud dengan :
1.    Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
2.  Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3.  Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4.    Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6.  Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
7.    Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
11.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Perlindungan konsumen bertujuan :
a.    meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c.    meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f.   meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Hak konsumen adalah :
a.    hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.    hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.  hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.  hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketaperlindungan konsumen secara patut;
f.     hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.  hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barangdan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimanamestinya;
i.      hakhakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatanbarang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.    beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.    membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.  mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

CONTOH KASUS


Sengketa properti yang terjadi antara Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dengan pengembang apartemen Cempaka Mas, PT Duta Pertiwi Tbk, sebenarnya tak perlu terjadi bila Dinas Perumahan DKI Jakarta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

 Dinas Perumahan selama ini absen menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Padahal mereka harus bisa memediasi para pihak terkait. Dalam kasus apartemen Cempaka Mas, para pihak yang bersengketa adalah penghuni, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dan pengembang, PT Duta Pertiwi Tbk.

Menurut Ketua YLKI, Sudaryatmo, seringkali sengketa dipicu oleh masalah transparansi penetapan besaran iuran pengelolaan (service charge) dan iuran perawatan (sinking fund) serta penentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) P3RS.
"Seharusnya, AD/ART tersebut harus mendapat persetujuan dari Dinas Perumahan. Fakta di lapangan, justru AD/ART langsung diberlakukan tanpa persetujuan Dinas Perumahan. Padahal seringkali isi AD/ART tersebut berat sebelah, lebih mengutamakan kepentingan pengembang dan atau P3RS," jelas Sudaryatmo.

Idealnya, kata Sudaryatmo, setelah masa transisi 6 bulan, pengembang harus menyerahkan pengelolaan gedung apartemen kepada Badan Pengelola yang ditunjuk melalui tender terbuka atau pembentukan P3RS yang melibatkan seluruh pemilik dan penghuni apartemen yang bersangkutan dengan mekanisme yang menjunjung tinggi transparansi.

"Yang terjadi justru pengembang masih intervensi terlalu jauh. Alih-alih mempersiapkan fasilitas pemilihan P3RS, malah "menekan" penghuni dengan aturan yang tidak masuk akal dan penarikan iuran serta penggunaannya yang tidak transparan," tandas Sudaryatmo.

Jadi, kehadiran Dinas Perumahan, lanjut Sudaryatmo, menjadi sangat penting. Merekalah yang menentukan keberlangsungan pengelolaan gedung apartemen tersebut seperti apa. "Akan tetapi, selama ini yang terjadi, kalau pun Dinas Perumahan terlibat atau dilibatkan oleh pengembang dalam pembentukan P3RS, justru peran dan fungsi mereka bukan sebagai mediator, melainkan "perpanjangan tangan" kepentingan pengembang. Kehadiran mereka dalam pembentukan P3RS dan penentuan AD/ART hanya memperkuat legitimasi pengembang," tandas Sudaryatmo.

Tak mengherankan bila sengketa properti terus bertambah dari tahun ke tahun. Sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus. Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Sebelumnya, pada tahun 2010, terdapat 84 pengaduan. Sebagian besar kasus adalah mengenai wanprestasi serah terima kunci. Konsumen mengadukan pengembang atas keterlambatan maupun tidak direalisasikannya pembangunan rumah yang sudah dijanjikan.

Sementara pada 2011, masalah utama adalah sertifikat properti yang tak dapat dipenuhi pengembang. Ada 76 pengaduan. Konsumen merasa ditipu oleh pengembang yang menjanjikan penyerahan sertifikat begitu pembayaran rumah lunas. Namun, sertifikat yang dijanjikan tersebut tak kunjung diberikan.


Kendati masih berada di posisi kedua tertinggi, pada 2012, kasus properti telah bergeser dari pengaduan tentang tahapan konstruksi landed housing dan sertifikat, ke konflik antara penghuni dan P3RS. Kasus yang sering mengemuka dan kerap melibatkan penghuni dan pengelola hunian adalah tentang Hak Pakai atau pun Hak Guna Bangunan atas lahan bersama yang harus diperpanjang setiap waktu tertentu.


Referensi
http://siswaspk.kemendag.go.id/umum/UU_PERLINDUNGAN_KONSUMEN_8_1999.pdf
http://bangka.tribunnews.com/

Senin, 02 Juni 2014

Membedah Kasus Pelanggaan Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta atas  VCD/DVD Bajakan



Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Mangga Dua merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di salah satu pusat bisnis DKI Jakarta, yakni berada di sebelah Utara Jakarta. VCD dan DVD bajakan yang dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi film dan DVD kosong. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual sebesar Rp. 4.000,-/keping.

Adapun VCD, DVD dan CD yang bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri. Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 1.000 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di daerah mangga dua kira-kira ada lebih dari 350-an kios yang melakukan perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari jumlah tersebut ada yang sifatnya kios permanen dan temporer. Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal.

Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, keamanan, polisi dan petugas retribusi.

Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palsu, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3. Kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.

Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.

Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.

Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”

Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.

Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah :
1. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
2. Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
3. Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
4. Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
5. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
6. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
7. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
8. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
9. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.

Mencermati kategorisasi dari perbuatan pidana tersebut, maka bentuk memperjualbelikan musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan sesungguhnya sejalan dengan rumusan perbuatan yang pertama dan kedua.

Langkah – Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.

Dengan ditemukannya permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat pemerintah atau penegak hukum.

Langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta dan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah pusat seperti Direktorat Jenderal HKI. Dalam hal sosialisasi tentang hak cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta. Sosialisasi atas hak cipta terkadang dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.

Salah satu persoalan di dalam memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran masyarakat atas hak cipta ini.

Selanjutnya, masalah lainnya dari langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan. Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem terjadual. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.

KESIMPULAN

Pelanggaran hak cipta terjadi disebabkan adanya permasalahan hukum hak cipta. Permasalahan tersebut mencakup pada permasalahan penyelesaian pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana. Di samping itu, permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD disebabkan persoalan sosial ekonomi masyarakat.

Untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD ini biasanya ditempuh oleh pemerintah dengan melakukan dua langkah, yakni; sosialisasi hukum hak cipta dan melakukan penegakan hukum hak cipta. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh beberapa lembaga pemerintahan seperti Setda Biro Hukum, Desperindag, Kanwil Hukum dan HAM dan instansi lainnya dengan menghadirkan nara sumber yang dianggap ahli di dalam hukum hak cipta. Penegakan hukum hak cipta merupakan langkah berikutnya. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum represif.


Referensi :
http://mildsend.wordpress.com/

Kamis, 17 April 2014

Surat Perjanjian

Pada hari ini, Rabu, tanggal empat belas bulan empat tahun dua ribu empatbelas (14-04-2014), bertempat di Bali, telah ditanda- tangani perjanjian perkawinan oleh dan antara:

Nama          :  Arjuna
Alamat        :  JL. Kasih No 1, Perumahan Damai, Jakarta
No. KTP     : 12345678910

Bertindak untuk dan atas nama mempelai pria selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.


Nama           : Padma Paramitha
Alamat         : Jl. Mahkota 2 blok BIV ,Pondok Duta 1, Bali
No KTP      : 9876543210

  1. Dalam hal ini bertindak sebagai mempelai wanita selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Kedua belah pihak berdasarkan itikad baik sepakat untuk mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian perkawinan resmi dan oleh karena itu sepakat untuk mengikatkan diri dan tunduk pada perjanjian ini.


Pasal 1

Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat untuk saling memiliki hak yang sama, martabat yang sama, dan kedudukan yang sama di depan hukum.


Pasal 2

Perjanjian perkawinan ini berasaskan pada prinsip keadilan, kesetaraan, kesamaan kedudukan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.


Pasal 3

Bahwa Pihak Pertama dan Pihak Kedua berkenaan akan melangsungkan sebuah perkawinan, dan telah sepakat untuk mengatur harta kekayaan dengan membuat perjanjian nikah.


Pasal 4

Pihak Pertama dan Pihak Kedua jika sudah menjadi suami istri bersepakat untuk tidak akan ada percampuran harta benda, artinya Pihak Pertama akan mengurus dan tetap memiliki harta Pihak Pertama sebelum maupun setelah perkawinan terjadi, demikian juga dengan Pihak Kedua.


Pasal 5

Bahwa Pihak Pertama Dan Pihak Kedua jika sudah menjadi suami istri, baik Pihak Pertama maupun Pihak Kedua selama tetap bekerja, maka penghasilan selama perkawinan berlangsung akan tetap menjadi milik masing-masing pihak


Pasal 6

Suami istri masing-masing tetap mempunyai dan memiliki segala harta masing-masing, baik sebelum perkawinan berlangsung maupun setelah perkawinan


Pasal 7

Baik sebelum perkawinan berlangsung maupun sesudah perkawinan, Pihak Pertama maupun Pihak Kedua setelah perkawinan berlangsung menjadi suami istri, semua harta yang berupa warisan, hibah wasiat atau hibah hidup atau dengan cara lain tetap menjadi milik masing-masing pihak.


Pasal 8

Pihak Pertama dan Pihak Kedua setelah menjadi suami istri, masing-masing tetap memiliki segala harta, baik yang diperoleh dari pembelian, penukaran dari masing-masing harta kekayaan


Pasal 9

Baik sebelum maupun sesudah perkawinan berlangsung, jika terjadi atau adanya utang-piutang yang dibuat masing- masing pihak sebagai suami istri, hal tersebut tetap menjadi tanggung jawab masing-masing pihak


Pasal 10

Istri tetap mempunyai hak untuk mengurus anak maupun mengurus hartanya, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, serta berhak dan bebas untuk menggunakan atau memakai setiap hasil dari harta kekayaan dan dari penghasilannya yang diberi dari manapun, dan jika suami yang mengatur harta-harta itu, maka suami wajib bertanggung jawab atas harta itu


Pasal 11

Harta yang dibawa maupun yang ada selama perkawinan berlangsung yang ada karena warisan, hibah wasiat atau hibah hidup dengan cara lain oleh masing-masing suami istri harus dibuat dan ada dalam suatu daftar dan surat-surat Pihak Pertama, sebagai suami wajib memberi bantuan, agar diadakan pendaftaran tersebut. Jika daftar yang dimaksud baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang diperoleh si istri selama perkawinan, telah ada atau tidak ada surat-surat yang menyatakan tentang barang-barang apa yang dahulu dibawa, atau berapa harganya, maka si istri atau warisnya berhak untuk membuktikan tentang harga maupun daftar harga tersebut dengan saksi-saksi atau pengetahuan umum.


Pasal 12

Pihak Pertama maupun Pihak Kedua menerangkan bahwa dalam perkawinan tersebut Pihak Pertama juga membawa uang tunai dan juga bagian dari harta yang dibawa tersebut merupakan peninggalan dari orang tua Pihak Pertama yang sempat dibagi, juga merupakan harta masing-masing pihak dalam perkawinan.


Pasal 13

Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak terkait dengan perjanjian ini, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah. Tapi, apabila cara musyawarah tidak dapat menyelesaikan perselisihan, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum.


Pasal 14

Dalam kaitannya dengan perjanjian ini kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili yang tetap di kantor Panitera Pengadilan Negeri Surabaya Barat.


Pasal 15

Perjanjian perkawinan ini dibuat rangkap 2 (dua) di atas kertas bermaterai cukup dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.



Pihak I


Pihak II


Arjuna
Padma


Referensi :
http://www.banksurat.com/

Badan Hukum Publik

Sebelum membahas tentang Badan Hukum Publik, terlebih dahulu kita ketahui apa itu badan hukum publik. 
Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas :
1. Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tata negara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain sebagainya. Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia.

2. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented (contoh : Perseroan Terbatas) atau Non Material (contoh : Yayasan).

Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Go Public berarti menjual saham perusahaan ke para investor dan membiarkan saham tersebut diperdagangkan di pasar saham. Salah satu BUMN yang sudah go public adalah PT Telekomunikasi Indonesia. Perusahaan penyedia jasa telekomunikas milik pemerintah Indonesia ini merupakan yang terbesar di Indonesia. Telkom merupakan perusahaan terbaik di Indonesia menurutukuran dari Forbes, dengan menempati posisi ke 684 dalam daftar 2000 perusahaan terbaik dunia.

Dalam usianya yang ke-11 sebagai perusahaan publik, PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) mencatat peningkatan nilai kapitalisasi pasar (Market Capitalization) yang sangat tajam. Bila pada 14 Nopember 1995, yaitu ketika Telkom menjadi perusahaan publik, nilai kapitalisasi pasar Telkom baru mencapai Rp 20,5 triliun, maka pada Nopember 2006 nilai tersebut menjadi 184,5 triliun, atau melonjak 800%.

Menurut Direktur Utama/CEO Telkom Arwin Rasyid, melonjaknya nilai kapitalisasi pasar Telkom tak lepas dari kinerja yang berhasil dicapai BUMN telekomunikasi ini dari waktu ke waktu. Dari sisi pendapatan misalnya, bila di tahun 1995 hanya mencapai Rp 5,105 triliun, maka pada 2005 melonjak menjadi 41,807 triliun, peningkatan dengan CAGR (Compound Annual Growth Rate) 26%. Demikian pula dari sisi laba bersih (Net Income), jika di tahun 1995 pencapaiannya baru Rp 907 miliar, maka di tahun 2005 menjadi 7,994 triliun, peningkatan dengan CAGR 27%.
Pada triwulan III 2006, Telkom mencatat pendapatan (revenue) Rp 37,2 triliun atau tumbuh 23,4% dibanding kinerja pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, Telkom mencatat peningkatan yang sangat tinggi untuk laba bersih. Pada triwulan III 2006 laba bersih Telkom mencapai Rp 9,222 triliun atau tumbuh 62,5% dibanding laba bersih periode yang sama di tahun 2005.
Pendapatan per lembar saham (EPS, earning per share) Telkom juga terus meningkat dengan CAGR yang tinggi. Pada 1995 EPS Telkom baru mencapai Rp 106, namun pada 2005, angka tersebut melonjak menjadi Rp 397, peningkatan dengan CAGR 16%. Bahkan, pada triwulan III 2006, Telkom berhasil membukukan EPS senilai Rp 458 atau melonjak 62,7% dibanding EPS Telkom pada periode yang sama di tahun 2005 sebesar Rp 282.

Beberapa keuntungan yang dapat dipetik Telkom dengan melakukan go public di antaranya:
1)  Meningkatkan kredibilitas dan reputasi perusahaan dan negara Republik Indonesia;
2)  Meningkatkan transparansi perusahaan dalam memberikan pelaporan keuangannya;
3)  Meningkatkan kualitas tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance);
4)  Memberikan kemudahan mendapatkan akses internasional terhadap pendanaan eksternal;
5)  Perusahaan mendapatkan ”benchmark Pricing”

Keuntungan dan Kerugian Perusahaan Go Public

Keuntungan dari Perusahaan yang Go Public adalah
1. Perusahaan dapat meningkatkan Likuiditas dan memungkinkan para pendiri perusahaan untuk menikmati hasil yang mereka capai. Dan semakin banyak investor yang membeli saham tersebut, maka semakin banyak  modal yang diterima perusahaan dari investor luar.
2. Para pendiri perusahaan dapat melakukan diversifikasi untuk mengurangi resiko portofolio mereka.
3. Memberi nilai suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat dinilai dari harga saham dikalikan dengan jumlah lembar saham yang dijual dipasaran.
4. Perusahaan dapat melakukan merger ataupun negosiasi dengan perusahaan lainnya dengan hanya menggunakan saham.
5. Meningkatkan potensi pasar. Banyak perusahaan yang merasa lebih mudah untuk memasarkan produk dan jasa mereka setelah menjadi perusahaan Go Public atau Tbk.

Tetapi harus kita ketahui juga bahwa ada kerugian dari Perusahaan yang Go Public, yaitu:
1. Laporan Rutin.
Setiap perusahaan yang go public secara periodik harus membuat laporan kepada Bursa Efek Indonesia, bisa saja per kuartal atau tahunan, tentu saja untuk membuat laporan tersebut diperlukan biaya.
2. Terbuka. 
Semua perusahaan go public pasti transparan dan sangat mudah untuk diketahui oleh para kompetitornya dari segi data dan management nya.
3. Keterbatasan kekuasaan Pemilik.
Para pemilik perusahaan harus memperhatikan kepentingan bersama para pemegang saham, tidak bisa lagi melakukan praktek nepotisme, kecurangan dalam pengambilan keputusan dan lainnya, karena perusahaan tersebut milik publik.
4. Hubungan antar Investor
Perusahaan terbuka harus menjaga hubungan antara perusahaan dengan para investornya dan di informasikan mengenai perkembangan dari perusahaan tersebut.

Kesimpulan :

Berdasarkan keterangan diatas, maka terlihat jelas perbedaan PT. Telkom sebelum dan sesudah go public. Setelah go public, pendapatan PT.Telkom terus meningkat jika dibandingkan dengan sebelum go public. Bukan hanya dari segi pendapatan, namun banyak keuntungan lain yang diterima PT.Telkom setelah go public. Meskipun ada beberapa kerugian atau kelemahannya saat perusahaan go public, namun lebih banyak keuntungan yang diperoleh PT.Telkom. Jadi berdasarkan data diatas PT. Telkom lebih baik memang go public. Selain itu, dengan go public, pengelolaan BUMN lebih mudah diawasi, sehingga aspek transparansi menjadi hal yang mutlak


Referensi

http://www.telkom.co.id
http://www.forumbebas.com
metyalutviani93.blogspot.com


Sabtu, 15 Maret 2014

Hukum dan Hukum Ekonomi



Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol. Hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat diartikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan – ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

Tujuan Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan masyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri. 

Sumber Hukum
Sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan – aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan – aturan yang apabila dilanggar menimbulakan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum di tinjau dari segi material dan formal

  • Sumber – sumber hukum material
Dalam sumber hukum material dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dsb.
Contoh :
1. Seorang ahli ekonomi mengatakan bahwa kebutuhan – kebutuhan ekonomi dalam masyarakat yng menyebabkan timbulnya hukum.
2. Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.

  • Sumber hukum formal
1. Undang – Undang (Statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

2. Kebiasaan (custom)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang – ulang dalam hal sama apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

3. Keputusan Hakim (Jurisprudentie)
Dari keteentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peratuan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian apabila undang-undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
1) Traktat (Treaty)
2) Pendapat sarjana hukum (Doktrin)

Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemkmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau petalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari – hari dalam masyarakat.

Hukum ekonomi terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b) Hukum ekonomi sosial yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata sesuai dengan hak asasi manusia (misal hukum perburuhan dan hukum perumahan)

Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau Sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hypermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumalah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum


Referensi :
http://www.bimbingan.org/pelaku-hukum-ekonomi.htm
http://kadekarisupawan.wordpress.com/2013/03/18/pengertian-dan-jenis-jenis-hukum/