Selasa, 03 Juni 2014

Undang Undang Perlindungan Konsumen

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam undang undang ini yang dimaksud dengan :
1.    Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
2.  Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3.  Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4.    Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
6.  Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
7.    Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga nonpemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
11.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.
12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Perlindungan konsumen bertujuan :
a.    meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b.  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c.    meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f.   meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Hak konsumen adalah :
a.    hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b.    hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c.  hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d.  hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketaperlindungan konsumen secara patut;
f.     hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h.  hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barangdan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimanamestinya;
i.      hakhakyang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatanbarang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.    beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.    membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.  mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

CONTOH KASUS


Sengketa properti yang terjadi antara Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dengan pengembang apartemen Cempaka Mas, PT Duta Pertiwi Tbk, sebenarnya tak perlu terjadi bila Dinas Perumahan DKI Jakarta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.

 Dinas Perumahan selama ini absen menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Padahal mereka harus bisa memediasi para pihak terkait. Dalam kasus apartemen Cempaka Mas, para pihak yang bersengketa adalah penghuni, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS) dan pengembang, PT Duta Pertiwi Tbk.

Menurut Ketua YLKI, Sudaryatmo, seringkali sengketa dipicu oleh masalah transparansi penetapan besaran iuran pengelolaan (service charge) dan iuran perawatan (sinking fund) serta penentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) P3RS.
"Seharusnya, AD/ART tersebut harus mendapat persetujuan dari Dinas Perumahan. Fakta di lapangan, justru AD/ART langsung diberlakukan tanpa persetujuan Dinas Perumahan. Padahal seringkali isi AD/ART tersebut berat sebelah, lebih mengutamakan kepentingan pengembang dan atau P3RS," jelas Sudaryatmo.

Idealnya, kata Sudaryatmo, setelah masa transisi 6 bulan, pengembang harus menyerahkan pengelolaan gedung apartemen kepada Badan Pengelola yang ditunjuk melalui tender terbuka atau pembentukan P3RS yang melibatkan seluruh pemilik dan penghuni apartemen yang bersangkutan dengan mekanisme yang menjunjung tinggi transparansi.

"Yang terjadi justru pengembang masih intervensi terlalu jauh. Alih-alih mempersiapkan fasilitas pemilihan P3RS, malah "menekan" penghuni dengan aturan yang tidak masuk akal dan penarikan iuran serta penggunaannya yang tidak transparan," tandas Sudaryatmo.

Jadi, kehadiran Dinas Perumahan, lanjut Sudaryatmo, menjadi sangat penting. Merekalah yang menentukan keberlangsungan pengelolaan gedung apartemen tersebut seperti apa. "Akan tetapi, selama ini yang terjadi, kalau pun Dinas Perumahan terlibat atau dilibatkan oleh pengembang dalam pembentukan P3RS, justru peran dan fungsi mereka bukan sebagai mediator, melainkan "perpanjangan tangan" kepentingan pengembang. Kehadiran mereka dalam pembentukan P3RS dan penentuan AD/ART hanya memperkuat legitimasi pengembang," tandas Sudaryatmo.

Tak mengherankan bila sengketa properti terus bertambah dari tahun ke tahun. Sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus. Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Sebelumnya, pada tahun 2010, terdapat 84 pengaduan. Sebagian besar kasus adalah mengenai wanprestasi serah terima kunci. Konsumen mengadukan pengembang atas keterlambatan maupun tidak direalisasikannya pembangunan rumah yang sudah dijanjikan.

Sementara pada 2011, masalah utama adalah sertifikat properti yang tak dapat dipenuhi pengembang. Ada 76 pengaduan. Konsumen merasa ditipu oleh pengembang yang menjanjikan penyerahan sertifikat begitu pembayaran rumah lunas. Namun, sertifikat yang dijanjikan tersebut tak kunjung diberikan.


Kendati masih berada di posisi kedua tertinggi, pada 2012, kasus properti telah bergeser dari pengaduan tentang tahapan konstruksi landed housing dan sertifikat, ke konflik antara penghuni dan P3RS. Kasus yang sering mengemuka dan kerap melibatkan penghuni dan pengelola hunian adalah tentang Hak Pakai atau pun Hak Guna Bangunan atas lahan bersama yang harus diperpanjang setiap waktu tertentu.


Referensi
http://siswaspk.kemendag.go.id/umum/UU_PERLINDUNGAN_KONSUMEN_8_1999.pdf
http://bangka.tribunnews.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar