Pengertian
Etika Governance
Istilah Etika berasal dari Yunani
Kuno “ethikos“ yang berarti “timbul dari kebiasaan“. Etika adalah sesuatu
dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
Menurut
Muchtar Affandi, Pemerintah merupakan suatu organisasi teknis yang dilengkapi
kewenangan-kewenangan tertentu yang diperlukan untuk pengaturan dan pelaksanaan
fungsi-fungsi pemeliharaan tatanan yang teratur.
Jadi
etika pemerintahan adalah kesepakatan bersama tentang nilai-nilai moral dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi: Good governance, pemerintahan
yang bersih (clean government), transparansi, pelayanan yang baik, efesiensi,
small government, proporsional. Etika pemerintahan ini juga dikenal dengan
sebutan Good Corporate
Governance. Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan.
Sistem Pemerintah (Governance
System)
Menurut Moh. Mahfud MD,
adalah pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau
hubungan antara tiga cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Komponen unsur- unsur
yang tidak dapat terpisahkan, dari governance system yaitu :
1. Commitment on Governance
Commitment on
Governance adalah komitmen untuk menjalankan
perusahaan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
2. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung
jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4. Governance
Outcomes
Governance Outcomes
adalah hasil dari pelaksanaan baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek
yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
.
Budaya
Etika
Good governance merupakan
tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda
pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya
direspon positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good
governance mengandung dua arti yaitu :
1. Menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara
yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah
kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Pencapaian visi dan
misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas
pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi
negara yang bersangkutan.
Dengan begitu Good Governance
merupakan tuntutan yang terus menerus di ajukan oleh public dalam perjalanan
roda pemerintahan. Good governance dapat diartikan bahwa good governance harus
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai – nilai kepemimpinan.
Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada
struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme system politik dan
administrasi Negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good
governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan.
Etika merupakan suatu ajaran yang berasal
dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
1. Logika, mengenai
tentang benar dan salah.
2. Etika, mengenai
tentang prilaku baik dan buruk.
3. Estetika, mengenai
tentang keindahan dan kejelekan.
Governance
dalam konteks Good Corporate Governance
(GCG) disebut sebagai tata pamong. Sedangkan Corporate Governance (CG) atau pengelolaan perusahaan, menurut
Sutan Remi Sjahdeini adalah suatu konsep yang menyangkut truktur pereroan,
pembagian tugas, pembagian kewenangan, pembagian beban tanggung jawab masing –
masing unsure dari struktur perseroan. Jadi, Good Corporate Governance secara definitive merupakan system yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah untuk semua
takeholder.
Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance :
1.
Transparency (keterbukaan informasi)
Secara
sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan
prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup,
akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan,
kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi
dilakukan secara independen. Keterbukaan
dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan
sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
2.
Accountability (akuntabilitas)
Yang
dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur,
system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini
diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban
dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisarisdan dewan direksi.
Dewan direksi bertanggung jawab atas
keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan
pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan
perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham
bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan
perusahaan.
3.
Responsibility (pertanggung jawaban)
Bentuk
pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan
yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan
keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis
yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan menerapkan
prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan
operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.
4.
Indepandency (kemandirian)
Prinsip
ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan
tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut
bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada
tekanan. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap
memberikan pengakuan terhadap hak-hak stakeholders yang ditentukan dalam
undang-undang maupun peraturan perusahaan.
5.
Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip
ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Diharapkan fairness dapat menjadi faktor pendorong yang
dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam
kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan
melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan
pihak lain.
Adapun
tujuan dari GCG diperlukan dalam rangka:
- Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui
pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran.
- Mendorong pemberdayaan fungsi dan menadirian
masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan Komosaris, Direksi dan Rapat
Umum Pemegang Saham.
- Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuahn terhadap peraturan
perundang-undangan.
- Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab social
perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di
sekitar perusahaan.
- Mengoptimalkan niali perusahaan bagi pemegang saham
dengan tetap memperjatikan pemangku kepentingan lainnya.
- Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun inetrnasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Pendapat umum dalam bisnis bahwa
perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan
merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak
harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin
dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan
bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan
dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis
yaitu :
1. Menetapkan credo
perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas
mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan
kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.
a. Komitmen
internal
·
Perusahaan terhadap karyawan
·
Karyawan terhadap perusahaan
·
Karyawan terhadap karyawan lain
b. Komitmen
eksternal
·
Perusahaan terhadap pelanggan
·
Perusahaan terhadap pemegang saham
·
Perusahaan terhadap masyarakat
2. Menetapkan program etika
Suatu sistem yang terdiri dari
berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan
lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
3. Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode
etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode
etik industri tertentu.
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Struktur etika korporasi yang
dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan
tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan
perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna
dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang
ada. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan
bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan
sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan
(stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis
sendiri. Penerapan ini diharapkan menjadi suatu kegiatan bisnis yang beretika
dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga
peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Kode Perilaku Koorporasi
Pengertian Code
of Conduct (Pedoman Perilaku)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat
dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan
sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct
merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku
untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja,
mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang
baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau
berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin
pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan
perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan
standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku
bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan
dalam code of conduct.
Pelaporan Pelanggaran Code
of Conduct
Setiap individu berkewajiban
melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu
lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar
wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas
dari pelapor.Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan
pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan
didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan
kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
Sanksi Atas Pelanggaran Code
of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran
Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi
Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris
mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan
serta ketentuan yang berlaku.Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti
nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Koorporasi
Melakukan evaluasi tahap awal
(Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate
Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada
tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh etika terhadap budaya:
1. Etika Personal dan etika
bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling
melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi
perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2. Jika etika menjadi nilai dan
keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut
berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi
menjadi sarana peningkatan kerja.
Kasus
Permasalahan terjadi di dalam
Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya tiga buah laporan
keuangan yang dinyatakan telah di audit, tetapi diantara ketiganya terdapat
perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu
laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang di audit dengan
opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Koasih dari KAP
Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan auditor independen No.
REC-0031/02 yang disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Tanggal 6 Januari
2003. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya ternyata belum di audit.
Di dalam kedua laporan keuangan yang
belum di audit tersebut ternyata ada pernyataan dari pihak Manajemen Lippo Tbk.
Bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Konsolidasi yang telah di audit oleh KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (yang diiklankan di surat kabar) dan
pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Bahwa laporan keuangan yang
disampaikan adalah laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan
Auditor Independen yang berisi opini akuntan publik (yang disampaikan kepada
BEJ).
Dari penjelasan diatas dapat
diketahui bahwa pihak manajemen PT Bank Lippo Tbk telah melakukan kelalaian,
yaitu berupa pencantuman kata audited didalam laporan keuangan yang sebenarnya
belum di audit. Tindakan tersebut merupakan sebuah bentuk ketidakhati – hatian
yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Dalam hal ini
kessalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban karena telah lalai
melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
Peristiwa tersebut, jika dilihat
dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntanilitas
di dalam PT Bank Lippo Tbk, khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Di
dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and
balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo
Tbk yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak di audit.
Tanggung jawab komite audit di
bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan,
hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini,
peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanime check and balances yang
ideal juga belum dapat terwujud. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk, menunjukkan
bahwa perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk baik yang melibatkan direksi maupun
komisaris secara bersama – sama tergolong perbuatan yang telah memanipulasi
Pasar Modal.
Kesimpulan
1. Prinsip
– prinsip GCG yang dilanggar oleh PT Bank Lippo Tbk yaitu Prinsip Transparasi
yang di tunjukkan dengan perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk yang telah lalai
karena mencatumkan kata audited di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum
di audit dan melanggar prinsip Akuntabilitas yang dilihat dari kesalahan dewan
direksi yang telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo
Tbk dan tidak adanya checks and balances
yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk yang
menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak di audit.
2. Sanki
hukum atas pelanggaran prinsip GCG di Pasar Modal yang dilakukan oleh PT. Bank
Lippo adalah berupa sanksi administrative saja yaitu kewajiban dari direksi PT
Bank Lippo untuk menyetor uang ke kas Negara sejumlah Rp 2.500.000.000 dan
terhadap Akuntan Publik untuk menyetor uang ke kas Negara sebear Rp 3.500.000.
Terhadap penerapan sanksi pidana belum dilaksanakan pada kasus PT. Bank Lippo
ini.
Referensi
Budiartini,
Dewa Ayu, dkk.Pelanggaran Prinsip – Prinsip Good Corporate Governancedi Pasar Modal.Jurnal Universitas Udayana
Pedoman
umum Good Corporate Governance Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar