Etika dalam audit dapat diartikan sebagai suatu
prinsip yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk
melakukan suatu proses yang sistematis dalam proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti secara objektif tentang informasi yang dapat diukur
mengenai asersi –asersi tersebut, serta melaporkan kesesuaian informasi
tersebut kepada pihak – pihak yang berkepentingan. Auditor harus bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh
keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan kekeliruan atau kecurangan. Keputusan yang
nantinya diambil oleh seorng auditor sangat berpengaruh kepada public dan para
pengguna keputusan. Untuk itu seorang auditor diharapkan dapat melaksanakan
etika dalam auditing yang dilakukan.
Kepercayaan Publik
Etika dalam auditing adalah suatu prinsip untuk
melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai uatu entitas ekonomi untuk menetukan dan melaporkan
kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria – kriteria yang dimaksud
yang dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting
dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal tanggung-jawab
akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan Publik merupakan kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan
jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Tanggung Jawab Auditor
Kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki
peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara
tertib dengan menili kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh
perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan public menimbulkan tanggung
jawab akuntan terhadap kepentingan public. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan
tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja,
tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap public.Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara
keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya
dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan
untuk melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang
berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai
jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang
diberikan inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan
dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan
publik yang independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan
keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui
hubungan antara auditor dengan kliennya.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah
perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung
jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai
kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk
waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk
melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan
sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
Tanggung Jawab Dasar
Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan
cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan
(summary) tanggung jawab auditor :
a.
Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu
merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
b.
Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem
pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan.
c.
Bukti Audit. Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
d.
Pengendalian Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan
kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi
pengendalian itu dan melakukan compliance test.
e.
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan
tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan
kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk
memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
Independensi Auditor
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh,
tidak dikendalikan oleh pihak lain. Terdapat tiga aspek independensi seorang
auditor, yaitu sebagai berikut :
a. Independence in
fact (independensi dalam fakta). Artinya auditor harus mempunyai kejujuran
yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b. Independence in
appearance (independensi dalam penampilan). Artinya pandangan pihak lain
terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c. Independence in
competence (independensi dari sudut keahliannya). Independensi dari sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Peraturan Pasar Modal
dan Regulator Mengenai Independensi Akuntan Publik
Pasar modal memiliki peran yang sangat besar
terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan
pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di
Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai
kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku
pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan
peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan
melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah
memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan
seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing,serta
lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal.
Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam
sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan
kereablean data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun
dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh
Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit
Di Pasar Modal.
Contoh kasus
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan
dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang
dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan
dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi
manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu
dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan
dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur
Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen
Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan
Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan
tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK),
sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk
disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT
KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005
yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan
seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005
sebagai berikut:
1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak
pernah ditagih, tetapi dalam
laporan keuangan itu
dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk
membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp
95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun
2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada
beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal
berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu
tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam
mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
2. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan
perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan
inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI
sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir
tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun
2005.
3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan
statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan
penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan
kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya
telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI
tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan
auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola
perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite
audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit
akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika
terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan
izin praktik.
Kasus
PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi
berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena
tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang
sangat menyesatkan.
Laporan
Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada
penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari
informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK
sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan
kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan
kesalahan. Bila hal itu benar-benar terjadi dan bisa dibuktikan bahwa pihak
Akuntan publik sengaja melakukannya, maka tindakan tegas berupa sanksi dapat
dikenakan.
Profesi
Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan
masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para
akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting
karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak.
Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu
mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Dari situ
sudah diketahui kalau bidang kerja akuntan rawan memicu konflik kepentingan.
Oleh karena itu, segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus
mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
Kesimpulan
Maka dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT. KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT. KAI tersebut. Pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor. Seharusnya PT. KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas- asas etika profesi sebagai berikut ini:
Maka dari kasus studi diatas tentang pelanggaran Etika dalam berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT. KAI pada tahun tersebut yang terjadi karena kesalahan manipulasi dan terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT. KAI tersebut. Pada kasus ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor. Seharusnya PT. KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas- asas etika profesi sebagai berikut ini:
1. Tanggung
jawab profesi
Dimana
seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua
kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab
karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki
kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan
dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
2. Kepentingan
Publik
Dimana
akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan
dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga
sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya
menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami
keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena,
apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI
bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
3. Integritas
Dimana
akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini
akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan
manipulasi laporan keuangan.
4. Objektifitas
Dimana
akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak
siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga
telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak
tertentu yang berada di PT. KAI.
5. Kompetensi
dan kehati-hatian professional
Akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam
kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional
sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami
keuntungan.
6. Kerahasiaan
Akuntan
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional
dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip
kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan
saja.
7. Perilaku
professional
Akuntan
sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku
profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan
hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
8. Standar
teknis
Akuntan
dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan
dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan
dari penerima jasa selama penugasan tersebut
Sumber :
http://julisna.blogspot.co.id/2015/04/kasus-pelanggaran-etika-profesi-pt-kai_3.html